Minggu, 22 Juli 2012

Ketenangan Dalam Jingga


Desau angin terdengar pelan
lewati mata bening dibawah cahaya sang pekat

Dingin malam lembut membelai
tepi bayang bayang jingga
titik air jatuh dari pipi semu

Tak ada suara
hanya pandangan lurus terjurus dalam kidung khayal

Apakah yang ku rindu jauh aku ada dalam pikirannya ?

Mengapa sang pecinta belum datang
menyapa hati terikat keluh

Mengapa sang pecinta enggan membawaku bersama
kemanapun tak penting asal bisa tetap bersama

Air mata tak akan mampu menghalangi langkah tangguh tetapi Sang Pencinta
tetap pergi tanpa berbalik lagi

Ketenangan malam adalah penguasa hati yang bisu
bukan lagi tentang Sang Pecinta

Hanya tentang cinta gadis bekerudung jingga
tenggelam dalam keagungan mencinta cinta

Desau angin menghapus titik titik lelah dari pipi semu
sepasang mata cantik tersenyum pada malam

Biarlah dia pergi mungkin tak kembali
hati ini tetaplah miliknya
aku bahagia disini sayang
bersama dalam ketenangan malam

Dalam Jingga Sampai akhirnya rindu sedih menyentuh bumi tak bernapas
mati dalam keabadian cinta

Tentang penantian cinta
tentang sebuah ketulusan
segala sampai akhir bahagia

Suara ketenangan malam
melantunkan kidung cinta
menjaga dalam keabadian...

Senin, 02 Juli 2012

KAU

Kau hanya sepenggal asa yang tertunda..
menunggu seribu tahun didalam kesunyianku...
Dan tiada kata berpisah, meski harum tubuhmu
kini tiada lagi kuasa tuk kurengkuh...

Di hati tertulis sejuta kisah tentang dirimu...
dan penantianku...
Biarlah kini terlukis dalam jiwaku, harum nafas
kasihmu kian makin sungguh... merindu....

Kau pesona dalam hidupku nan mengisi
detik demi detik terindah...
Ku telah relakkan kau bersamanya...
Teriring senyum Ku kan tetap mencintai... mu....





SENANDUNG GEMERISIK TANYA
Tatkala hati dipenuhi tanya
Masih layakkah tepian telaga hati untuk didatangi...
Tatkala hati bersimbah tanya
Masih pantaskah genta rindu berkumandang...

Dan....
Ketika selaksa bintang yang biasa membias malam
Tak lagi setia menanti di tepian telaga hati...

serta...
Ketika kerlip kunang-kunang yang biasa menemani malam
Tak lagi mampu menyenandungkan kidung rindu

Langkah lunglai yang tetap mencoba melangkah meski tertatih
Harus terhenti, tatkala tersandung onak duri yg terselip di hati
Membuat segala angan dan harap yang telah terjalin rapi
Kembali terusik gemerisik tanya yang berkumandang
Akankah semua Asa tetap tersandar di dermaga jiwa....


MATI DITELAN BUMI Langit telah mendung untuk selamanya.. Hujan deras mengguyur tanpa henti.. Tiada pelangi, tiada warna-warni.. Tersapu, tenggelam, Seperti pasir yang diterjang ombak lautan.. Ganas, garang, seakan hancur tak berbentuk lagi.. Laksana berdiri di karang yang rapuh, Aku menjadi goyah, penuh keraguan.. Angan yang kupilih, tertiup sia-sia dan menjauh Tak ada harapan, tak ada impian.. Ibarat burung kehilangan sayapnya, Tak bisa menjelajahi langit berteman matahari.. Aku telah lupa untuk melanglang buana, mencari cinta di dalam hati.. Ibarat ikan yang tiada siripnya, Tak bisa menyelami ke dasar sanubari.. Aku telah lalai menyelami, siapa aku ini, Jati diri macam apakah aku ini.. Ibarat singa yang patah taringnya, Telah gagal menjadi pemimpin hati sendiri.. Aku sadari dan mengangkat kepala, Entah mengapa harus terjadi.. Bumi yang terpijak telah salah memilihku.. Seolah menarikku dan ingin mengenyahkanku.. Melemparkanku ke tanah gersang dan kering.. Bermandikan debu kotor, jijik dan bising.. Andai bisa memilih, tutupkanlah hati ini, Kacaukanlah fikiran ini.. Agar aku tak dapat menikmati keindahan dunia ini, Agar aku tak dapat merasakan surga duniawi, Agar aku tak dapat menginjakkan kaki ke neraka Ilahi.. Butakah mataku ini ? Yang hanya melirik kegemerlapan disana-sini.. Tanpa melihat semua intisari.. Tulikah aku ini ? Tak bisa mendengar senda gurau para bidadari.. Tertawaan, hinaan, dan cacian jadi alunan musik nan indah sehari-hari.. Bisukah aku ini ? Berdiam diri tanpa menyairkan senandung merdu melodi.. Berdendang riang gembira bersama kicau burung kasuari.. lupakah aku ini ? Kurang bersyukur dari rezeki Kurang berterima kasih atas kecukupan selama ini.. Kurang puas dan ingin selalu minta lebih.. Bodohnya aku ini, Yang tak sadar akan semua ini.. Akhiratlah stasiun saatku mati.. Tempat membalas kelakuanku di bumi.. Dimana tubuhku tak hancur dan abadi.. Aku ini hanya berasal dari setetes mani Yang dibesarkan ibu dengan cinta kasih.. Dididik dan diajari Sopan santun dan budi pekerti.. Buat apa rela bercucuran keringat, Buat apa rela bermandikan darah, Tak kusesali segala yang kubuat, Karena aku harap ini berakhir indah.. Tak kan aku tangisi, Karena mati ditelan bumi, itu jauh lebih berarti.. Dari pada hidup bertemankan sepi.. Mengurung diri dan berteriak tanpa henti.. Ampunan tak kan lagi kuberi.. Kan kupelajari penyesalan ini.. Bangun dari pembaringan dan bangkit kembali.. Untuk esok yang lebih cerah bagai mentari..
AKU, KAMU DAN DIA

Ketika itu dia hadir dengan cahayanya
Dia menyinariku sehingga aku merasa lebih hidup
Aku bahagia dengan cahaya itu
Dan berbagi kehangatan dengannya

Tiba-tiba kau hadir dengan cahayamu yang lebih bersinar
Kau sinari aku lebih, sehingga aku merasa lebih hangat
Dan aku memadukan cahaya-cahaya itu
Meskipun aku bahagia hanya dengan cahayamu

Aku cukup bahagia dengan kehangatanmu
Akan tetapi semakin hari aku semakin tahu akan siapa aku dan kamu yang begitu berbeda
Sangat berbeda,baik dari segi materiil maupun spirituil
Hingga aku tak bisa berbuat apa-apa dan terdiam beku

Aku lebih memilih cahayanya daripada cahayamu
Karna aku tahu kita tidak akan mungkin bersama dan tak akan pernah menyatu
Meskipun aku tahu kalau aku selalu merindukanmu setiap waktu
Dan cahayanya cukup terang bagiku
Hanya untuk sekedar menghangatkan tubuhku. . .